Jumat, 20 April 2012

Harga BBM, Antara Kebijakan dan Kemiskinan
Keputusan yang akan diambil Pemerintah ikhwal kenaikan harga BBM kembali menyulut api kriktikan dari pelbagai pihak. Kebijakan ini dirasa akan lebih mencekik leher rakyat Indonesia daripada pembatasan subsidi BBM. Khususnya bagi masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah.
Alih-alih ingin mensejahterakan rakyat, bisa-bisa malah menyengsarakan masyarakat. Sungguh ironis bila menengok tindhak-tandhuk para wakil rakyat. Saat semua kepala masyarakat sedang dipusingkan dengan gurita BBM, mereka (pemerintah) justru sibuk bersolek.
Memperelok gedung dinilai menjadi hal yang lebih urgen dibanding kesejahteraan rakyatnya. Terbukti belakangan terakhir, ada kontroversi terkait renovasi gedung Banggar DPR yang memakan dana sampai angka miliyaran rupiah. Jika alasan menaikkan harga BBM karena menghemat APBN. Lalu, mengapa mereka menghamburkan uang hanya untuk merenovasi gedung pemerintahan?
Pemerintah Ragu-Ragu
Polemik BBM sebetulnya sudah terjadi sejak lama. Pada awal tahun ini Pemerintah juga sempat akan 'menelurkan' kebijakan subsidi BBM. Dengan berasaskan pada UU nomor 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 3, tentang BBM subsidi. Pemerintah mencanangkan program pembatasan subsidi BBM.
Dalam hal ini, mereka mengupayakan agar BBM digunakan sehemat mungkin. Dengan jalan setiap mobil selain angkutan umum dan sepeda motor, dilarang menggunakan premium. Atau, mobil pribadi bisa juga memakai gas sebagai bahan bakarnya.  Asumsi Pemerintah ialah bahwa anggaran subsidi BBM (bila dihemat), bisa dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan lain yang dapat meningkatkan hajat hidup orang banyak. Bidang kesehatan dan pendidikan adalah yang menjadi bidikan pemerintah.
Akan tetapi, seperti biasanya sekali lagi pemerintah tidak percaya diri dalam mengambil keputusan. Mereka seakan ragu-ragu akan mengesahkan kebijakan ini. Lalu munculah opsi menaikkan harga BBM. Dan, opsi itu ternyata lebih diperhitungkan dari pada pembatasan susidi BBM. Barulah pada tanggal 1 April 2012 ditetapkan harga BBM akan dinaikkan yang tadinya 2.500/liter menjadi 6.000/liter.
Awalnya, pemerintah secara getol berusaha mengamandemen RUU APBN-P 2012 dengan mengusulkan penambahan Pasal 7 ayat 6 A. Pasal tersebut memberi keleluasan bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Baik itu pemerintah akan meninggikan harga BBM ataukah akan menurunkan harganya, semua wewenang Pemerintah.
Namun, setelah ada kejadian demonstrasi besar-besaran yang kebanyakan dilakukan mahasiswa akhir maret lalu. Agaknya pemerintah mulai menimbang-nimbang terkait kebijakan kenaikan harga BBM. Menindaklanjuti tuntutan berbagai pihak, akhirnya pemerintah menggelar sidang paripurna guna membahas polemik kenaikan BBM di gedung DPR.
Hasilnya, pemerintah memilih untuk mem-pending dahulu rencana menaikkan harga bahan bakar minyak. Semestinya, jika sesuai jadwal maka tepat pada tanggal 1 April kemarin masyarakat sudah bisa 'menikmati' kenaikan harga BBM.
Betapa malangnya nasib rakyat bilamana kebijakan kenaikan BBM benar-benar teralisasi. Naiknya harga BBM dapat berdampak pada kenaikan harga sembako dan tingginya ongkos transportasi yang tak bisa ditawar lagi. Padahal alur perekonomian nasional pun belum kunjung membaik, apalagi jika ditambah masalah harga BBM yang semakin jauh dari kantong rakyat. Implikasinya, naiknya angka pengangguran dan kemiskinan pun tak terelakkan.
Penulis kira pemerintah tak usah gegabah dalam mengambil keputusan. Apapun keputusannya, asal tak 'melukai' masyarakat itu sah-sah saja. Kebijakan yang pro rakyat tentunya adalah harapan semua lapisan masyarakat kaum ekonomi menengah kebawah khususnya, dan seluruh warga negara Indonesia pada umumnya.

Agus Sopar Abdurrochim, mahasiswa PBA Fakta IAIN Walisongo Semarang
087831739137

Tidak ada komentar:

Posting Komentar