Minggu, 21 Januari 2018

PIDATO MENUNTUT ILMU




Rounded Rectangle: INTRIS NAILUL MUNA
SMK TAKHASUS KALIWUNGU
URGENSI MENUNTUT ILMU
Assalamu'alaikum Wr Wb
Segala puji hanyalah milik Allah Swt, yang telah mengangkat derajat umat manusia dengan ilmu dan amal, atas seluruh makhluk ciptaannya. Sholawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada panutan alam, pemimpin umat manusia yakni habibana wa nabiyyana Muhammad Saw, serta kepada para keluarga, sahabat, dan kepada umatnya yang senantiasa taat menjalankan ajarannya sampai hari kiamat.

Hadirin Rahimakumullah
Ilmu adalah cahaya kehidupan yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan ilmu seseorang dapat memperoleh petunjuk untuk mengarungi kehidupan yang penuh dengan beragam persoalan dan permasalahan. Dengan ilmu, manusia dapat membedakan mana yang hak dan batil. Serta dengan ilmu pulalah seorang hamba bisa menjadi muslim sejati. Oleh sebab itu, kita semua wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya yang tak lekang zaman dan waktu. Atau istilahnya “Long Life Education”.  
Jika seseorang memiliki ilmu, maka ia akan mendapatkan tempat istimewa di sisi Allah. Seperti  yang telah kita ketahui bersama, bahwa Allah akan mengangkat derajat manusia berdasarkan Iman dan  Ilmunya. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah (Qs Al-Mujadalah : 11)

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ
            Dalam kitab ihya ulumuddin juz awal, imam ibnu abbas menafsirkan ayat tersebut bahwa derajat para ahli ilmu yaitu 700 derajat dibanding yang lainnya. Yang mana 1 derajat sama dengan sejauh perjalanan 500 tahun.

Hadirin Rahimakumullah
Hukum mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki ataupun perempuan. Lalu pertanyaannya, ilmu apakah yang harus kita cari? Ilmu itu terbagi dalam  dua kategori, ilmu agama dan ilmu umum. Pertama, hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk mempelajari ilmu agama seperti aqidah, fiqih, akhlak serta Al-Qur’an. Ilmu-ilmu ini bersifat praktis, artinya setiap muslim wajib memahami dan mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah.
Kedua, hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta teknologi dan lain sebagainya. Fardu Kifayah artinya tidak semua orang dituntut untuk memahami serta mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut, boleh hanya sebagian orang saja. Namun demikian, kita hendaknya tidak membeda-bedakan antara ilmu umum dan ilmu agama. Keduanya perlu kita dalami untuk kehidupan di dunia maupun akhirat.

Hadirin Rahimakumullah
Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
طَلَبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ. (ابن عبد البار).
Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya wajib tidak terkecuali.
Pada intinya, ilmu itu sangat penting, karena ia sebagai wasilah (sarana) untuk bertakwa kepada Allah. Dengan takwa inilah manusia menerima kedudukan yang terhormat di sisi Allah Swt. Apalagi kita sebagai pemuda Islam dan berstatus sebagai pelajar. Kita hendaknya menuntut ilmu dengan penuh kegigihan dan keuletan. Supaya kehidupan kita lebih baik di masa akan datang.

Hadirin Rahimakumullah
Demikian uraian singkat dari saya mohon maaf atas segala kesalahan dan kealfaan. Semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat dan menjadi penyemangat dalam rangka mencari dan mempelajari tentang ilmu.

Wassalamu'alaikum Wr Wb






Minggu, 23 November 2014

Pengalaman Pertama

Pertanggal 27 Oktober 2014 kemarin, saya bertempat tinggal di kota Kendal. Ya, sekarang saya tak lagi di kota lumpia.
sampai saat aku menulis blog ini, alhamdulillah dan insyallah saya merasa senang dengan lingkungan baruku. meskipun tetap saja ada masalah kecil yang menerpa, namun saya kira itu hal yang wajar. namanya saja lingkungan baru dan kehidupan baru, pasti butuh proses untuk adaptasi. akan tetapi, saya berharap proses tersebut tak akan berlangsung lama.
di tempat baruku, saya menjadi pengajar B.Arab tingkat SMP. selain itu, di sini saya tak hanya sekadar pendidik saja lho..ada berbagai "profesi" yg saya lakukan bersama dg rekan kerja lainnya. kadang jadi guru di sekolah, guru agama, guru spiritual, tukang bersih2, samapai menjadi 'pelayan' anak2 seoklah. betapa tidak, di tempat baruku ini semua karyawan dituntut untuk kerja, kerja, dan kerja. pilihannya, kerja atau dikerjain (baca: dipecat). hee.....We Oo We bingit kan.....alias WOW !!!
sebelum saya mengiyakan untuk kerja di sini sebetulnya saya sudah mengetahui perihal sistem kerja di sini. banyak persepsi yg memandang itu sangat "nngeri", tapi bagiku sebelum berperang pantang menyerah. ciye......
makanya, saya beranikan diri memutuskan untuk kerja di sini dan mengesampingkan kerja di semarang, bahkan peluang menjadi PNS pun saya enyahkan. ini tantangngan ! tantangku pada diri.
adalah Pondok Modern Selamat (PMS) unit kerja baruku, dan kunamakan ini adalah "Kanzul Barokah". ya, di sini saya mencoba mencari keberkahan untuk mengamalkan ilmu, khususnya Bahasa Arab yang merupakan bahasa qur'ani.
selang beberapa hari, tepatnya hari ini, senin 23 November 2014, saya masuk di kelas yang tak ada wali kelasnya (kebetulan beliau izin). kelas 9 I saya masuki dan memberikan 'pencerahan' yg seharusnya disampaikan wali kelas berkaitan dengan sikap tawadlu'. materi sdh saya sampaikan, kemudian saya lanjutkan dengan menyuruh siswa memperkenalkan diri dengan menyebutkan alamat mereka masing2 saat kupanggil namanya. beberapa anak ada yang menyebutkan alamat mereka dengan berpura2 dan meledek saya (mungkin krn saya guru baru dan mereka blm takut pd saya,rasa hormat pun seakan hilang). akhirnya saat satu nama yang kupanggil di deretan nomor absen akhir. dia (cowok) menjawab "dari pekalolngan pak, wiradesa". kutanya, "wiradesanya mana?", ia jawab "boja pak", "emang ada wiradesa boja?" "ada pak, di kendal".
dengan serta merta kesabaran saya hilang dan saya menyuruh dia maju ke depan.saya marahi dia habis2an sambil menarik2 dasi dia. namun, ia tetap senyam-senyum saja sambil seakan masih meremehkan saya. akhirnya tanpa kusadari tangan saya mendarat dipipi kirinya, "plakkkk....!" suara itu langsung disusul dengan teriakan teman2 sekelasnya. kelas menjadi hening. sebetulnya agak kasihan juga ia, ia kenal tamparanku sekaligus jidadnya kena tembok saat ku gampar. ada rasa menyesal juga dalam hatiku, bisa-bisanya saya setega itu, namun ini memang untuk pelajaran dia. saya pun jelaskan pd teman2 sekelas, kenapa saya gampar dirinya.ini adalah pengalaman pertama, namun semoga ini tak terjadi lagi. hatiku tak nyaman dengan itu. Semoga bisa menjadi bahan renungan semua.

Minggu, 09 Februari 2014

SAHABAT


SAHABAT
Aku pernah melihat foto dalam facebook seorang teman, foto itu kira2 intnya bertuliskan “Sahabat adalah seseorang yg tidak bertolak belakang antara dua sisi, saat di depan dan di belakangmu”. Aku rasa opini itu benar. Sahabat memang selalu ada buat kita, kita pun selalu ada buat dia. Bicara soal sahabat, Aku punya seorang teman yang mengaku dan terus berkoar-koar kalau kita sahabatan. Ia seatap denganku di tempat tinggalku sekarang, bahkan kami sekamar. Awalnya sih aku sependapat dengannya. Tapi belakangan aku kok merasa persahabatan yang diproklamasikan dia hanya sebatas maaf “omongan sampah”. Kok begitu? Iya, soalnya perilaku dia tak mencerminkan seorang sababat. Saat ia bicara seakan dia sebagai sahabat yang cetar membahana lah pokonya..hehe,
Tapi bila ingat kelakuannya kepadaku, sesuatu buanget. Padahal aku rasa aku sudah sebisa mungkin memperlakukan dia laiknya seorang sahabat betulan. Ya karena salah satu indikator sahabat kan seperti tulisan dalam foto yg saya temukan di FB. “Sahabat adalah seseorang yg tidak bertolak belakang antara dua sisi, saat di depan dan di belakangmu”.  Tersebab Aku sependapat dengan kata2 itu, makanya aku berusaha sekuat mungkin untuk merealisasikan kata2 itu. Ia berbuat jelek yang hanya aku yang mengetahui, tapi di depan orang lain ku katakan baik. Kurang apa sih?
Entah, apa dia juga pernah buka FB dan lihat tulisan itu apa gak. Mungkin ia belum pernah lihat. Atau kalaupun sudah pernah lihat, ia memang bukan sahabat ku. Ah, pusing juga mikirin dia. Toh dia belum tentu mikirin aku, betul kan?
Masih belum yakin kalau ia hanya mengobral “persahabatan” padaku? OK, aku kasih bukti sedikit. Suatu kali aku, dia, dan teman2 qt yg lain sdg berdiskusi/belajar bareng. Kebetulan aku yg memimpin diskusi tersebut. Namanya saja belajar bareng, jadi ya gda yang berlaku sebagai “guru”. Karena gak ada yang menggurui dan digurui, yang ada hanyalah sama2 belajar. Jadi wajar bilamana aku –sebagai pemimpin diskusi- ada yg tidak aku ketahui tentang materi diskusi. Saat peserta diskusi tidak menemukan jawaban yang tepat, kesempatan terakhir untuk menjawab ada padaku. Tapi aku berkata jujur, aku pun belum mengetahui jawaban dari satu persoalan itu. Eh, dia malah tiba2 nyolot dengan mengatakan kalau seharusnya aku yg memimpin wajib mengetahui jawabannya dan ia mengejekku di depan teman2 lain. Itukah seorang sahabat?
Kejadian lain, suatu kali aku baru berangkat ke semarang (kota domisili sekarang) dari rumah. Saat mendekati –kira2 1 Km- tempat tinggal kita, motorku mogok. Mungkin ‘masuk angin’ karena di sepanjang perjalanan aku terobos air hujan. Motorku mogok tepat di jalan tanjakan, masih gerimis, dan malam-malam pula jd bengkel sdh tutup. Lebih parah lagi, aku gak bawa alat komunikasi (HP) sebab HP ku baru saja saya jual saat di rumah.
Ketika mogok itulah, aku bingung sekali. Untung aku sudah mencatat nomor2 penting -yg sewaktu2 bisa ku hubungi- di selembar kertas. Salah satu nomor itu adalah nomor temanku yg ngaku2 sahabat tsb. Aku beranikan diri meminjam HP orang yg tak ku kenal dan meminta satu SMS yg ku kirim ke nomor teman seatapku itu. Bermaksud meminta pertolongannya untuk menjemput aku. Eh, ditunggu lama malah gak nongol2, padahal malam semakin larut. Akhirnya karena jurus kepepet, maka aku mencoba memperbaiki busi motorku, barangkali businya basah yang jd penyebab mogok. Padahal sebelumnya aku belum pernah ngotak-ngatik motor, apalagi sampai mencopot busi. Tapi berbekal pengalaman pernah lihat orang mencopot busi motor, maka aku putuskan berusaha sendiri. Setelah sekian lama, alhamdulillah akhirnya motorku bisa jalan lagi. Sambil menahan isi kepalaku yg mau meledak karena kecewa temanku -yg ku anggap sahabat jg- tak kunjung menolong dan menjemputku, aku pun menjalankan motorku untuk melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di tempat kos ku, aku dapati temanku sedang enak2an menonton film di leptopnya. Melihat perangainya, kini kepalaku serasa menegeluarkan asap dan mau meledak saja, saking dongkolnya. Aku percaya dia, menunggunya, mengiba bantuannya, dan bersusah payah memperbaiki motor mogok sendiri. Dia justru bersenang2 begitu. Apalagi saat aku pulang dia tak  merasa salah sedikitpun. semakin lengkap busur panah yang kau tancapkan di hatiku, temanku !
Karena teramat kekecewaanku padanya, kejadian malam itu plus tingkahnya pun aku abadikan dalam rentetan bait puisi.
Dan, kali ini sekali lagi dia menciderai arti “persahabatn”. Maka, aku semakin yakin jika ocehan “Persahabatan” antara aku dan dia hanyalah “omongan sampah”, tiada guna !
Semarang, 2 januari 2014

Jumat, 31 Januari 2014

Kyai, Profesor, dan Ahli Humor

                                          KYAI, PROFESOR, DAN AHLI HUMOR
Kyai, Profesor, dan Ahli Humor; tiga kata itu mempunyai makna yang kadang sama dan acap kali berbeda antara satu dengan yang lainnya. mari kita urai satu-persatu tiga kata tersebut. Pertama, "Kyai". siapa yang tidak mengetahui makna atau maksud kata tersebut? Ya, Kyai adalah seorang tokoh agama yang mempunyai kedalaman ilmu agama yang mumpuni. kata ini bisa pula disebut atau disamakan dengan kata "ulama". Namanya saja agamawan, tentu orang yang menyandang "ulama" adalah orang yang memiliki pengetahuan agama yang luas dibanding lainnya. soal agama, dia adalah ahlinya.
kedua, "profesor", kata ini dapat bermakna orang yang mumpuni dalam bidang ilmu pengetahuan dan akademik. opininya selalu menyitir pendapat-pendapat para tokoh terkemuka dunia. tak jarang ia kerap berambut botak karena saking seringnya memikirkan dunia akademis. jika ia berpidato, apapun tema pidatonya pasti ujung-ujungnya bernuansa ilmiah. luar biasa.
ketiga, "Ahli Humor", ia adalah seorang yang lebih bersifat eslastis. bisa saja seorang ahli humor ia juga merupakan kyai. dia suka humor pun menyandang gelar profesor. adapula yang memang benar-benar ahli humor tanpa bersandang "kyai" dan "profesor". intinya ahli humor bisa menyatu dengan apapun. begitu juga ketika ia menyampaikan "khitobah" bertema apapun, dapat dipastikan ia bisa menggiring pendengarnya ke "jurang" humor dan jenaka. seberat apapun materi yang disampaikan, bisa terasa ringan (seringan kapas mungking) yang keluar dari mulutnya.
saya  pernah menyaksikan sendiri, tiga gelar tersebut (Kyai, Profesor, dan Ahli Humor) secara bergantian menyampaikan materi. hasil yang saya dapat, sungguh di luar dugaan.
pemateri yang pertama adalah Sang Kyai, ia sangat lugas dan lihai dalam meyampaikan materi dengan bermetode membaca sebuah kitab klasik karangan seorang ulama besar. ia sedikit berhasil menyedot perhatian publik atau pengnjung dengan racikan humor-humor kecil. namun begitu, sudah cukup membuat pengunjung tidak bosan.
pemateri kedua adalah Sang Profesor, ia sungguh bersemangat dalam menyampaikan materinya -yang entah sudah berapa hari sebelumnya disiapkan. namun siapa sangka sampaian materinya begitu alot, atos, dan amat mengantukkan (paling tidak menurut penilaian saya). walau lontaran kata-katanya begitu ilmiah, tetap saja berasa saat dikunyah.
berbeda ketika pemateri ketiga (sang ahli humor) berdiri menyampaikan materi. walaupun tidak se-ilmiah pemateri kedua, namun materinya sangat enak dikunyah para pengunjung. hampir semua pengunjung yang awalnya duduk di belakang kemudian bergeser ke depan demi mendengarkan celotehan pemateri yang ketiga ini. sebentar, namun mengglegar.
Apa intinya?
Silah menggali sendiri ......
Semoga bermanfaat.


Minggu, 13 Mei 2012

Revitalisasi Fungsi Teknologi
Pada zaman yang semakin global dewasa ini, tak sulit kita temukan berbagai macam hasil teknologi moderen. Bahkan bisa dikatakan kehidupan manusia tak pernah lekang dari teknologi. Semua orang pasti kenal dan paham betul dengan yang namanya internet. Alat teknologi itu sudah tidak sekadar sebagai kebutuhan mewah (tersier), belakangan ia beranjak menjadi kebutuhan pokok (primer).
Ini hanyalah salah satu contoh dari beberapa produk kecanggihan teknologi yang sedang masif hingga sekarang. Kini, yang menjadi persoalannya ialah bagaimana memanfaatkan dan mendayagunakan teknologi tersebut secara efektif, proporsional, dan tepat guna. Pasalnya, banyak orang yang telah membelokkan fungsi teknologi modern –tak terkecuali internet- ke arah yang negatif. Penyalahgunaan teknologi ini sangat kentara jika menilik pada generasi muda era sekarang. Mereka telah lupa akan budaya, nilai-nilai luhur, dan jati diri bangsa (Indonesia). Hal ini dikarenakan mereka terhijab dan termanjakan oleh teknologi yang sarat dengan budaya barat (baca: budaya negatif). Padahal mereka menjadi pewaris budaya dan nilai luhur nenek moyang bangsa, serta diharapkan mampu menjaga hal tersebut sampai zaman mendatang.
Langkah Aktif dan Progresif
Budaya dan nilai luhur bangsa merupakan warisan adi luhung nenek moyang yang tak ternilai harganya. Keduanya juga sebagai aset bangsa yang mesti dilestarikan. Bila budaya serta nilai luhur tersebut mulai luntur dari kehidupan masyarakat Indonesia. Maka hal ini bisa berimbas pada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berangkat dari sinilah, memformulasikan kembali kecanggihan teknologi untuk melestarikan budaya dan nilai luhur bangsa mutlak dilakukan. Upaya memfungsikan teknologi ini bisa diimplementasikan di tiap instansi pendidikan, baik di tingkat dasar; menengah; maupun perguruan tinggi. Semua pendidik hendaknya menggunakan teknologi yang ada sebagai media dalam mengupayakan kelanggengan budaya dan nilai luhur bangsa, mulai dari mengenalkan pada anak didik, membahas, dan mengamalkan dwitunggal tersebut.    
Instansi pendidikan mendapat peran penting dalam upaya pelestarian ini. Pasalanya, dari lembaga pendidiakanlah generasi muda dididik dan ditempa berbagai ilmu pengetahuan, dan dari sini pula kerakter peserta didik mulai dibentuk. Untuk itu, pelestarian budaya dan nilai bangsa melalui pemanfaatan teknologi yang diterapkan di lembaga pendidikan menjadi hal yang urgen.
Penulis tegaskan lagi, di tengah kecamuk arus globalisasi dan moral bangsa yang kian merosot, dan berimbas pada budaya dan nilai-nilai luhur bangsa yang terlupakan. Maka bangsa Indonesia perlu mengambil langkah aktif dan progresif untuk mempertahankan aset bangsa itu. Langkah yang  bisa ditempuh yakni dengan memaksimalkan teknologi di dalam lembaga pendidikan guna melanggengkan warisan founding fathers kita.
Agus Sopar

Minggu, 22 April 2012

Urgensi Sebuah Senyum


Urgensi Sebuah Senyum

Sudah menjadi kodratnya jika manusia dicipta berbeda antar satu dengan yang lainnya. Sudah sewajarnya apabila manusia mempunyai kebutuhan. Dan tak aneh lagi bilamana manusia tersebut membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya. Baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani.
Apapun profesinya, secerdas apapun, dan atau setenar apapun orang itu. Pada akhirnya ia akan memerlukan bantuan orang lain sejak ia terlahir ke dunia hingga akhir hayatnya. Hal ini tak dapat disanksikan lagi kehakikiannya. Ambil contoh, katakanlah seseorang sedang menderita sakit. Sudah barang tentu ia membutuhkan obat guna menyembuhkan sakitnya. Untuk mendapatkan sebuah obat ia harus pergi ke dokter atau bidan ataupun orang yang ahli mengobati lainnya. Seorang Einstein pun membutuhkan bantuan orang disekitar tatkala melakukan eksperimen-eksperimen fenomenalnya. Hal ini menjadi indikator bahwa manusia tak akan bisa bertahan hidup lama jika sendirian.
Namun, yang menjadi kendala ialah kadang kita lupa atau bahkan acap kali melalaikan orang yang ikut andil dalam kita mendulang kesuksesan maupun mereka-mereka yang ada di sekitar kita. Hal ini sungguh tidak patut dipelihara. Ibarat kata, “jika kita tak mau peduli dengan alam, alam pun tak akan peduli dengan kita”. Apabila kita kadang bersikap acuh pada orang lain itu wajar saja. Akan tapi jika kita benar-benar dan terus-terusan bersikap acuh tak acuh dan masa bodoh, itu yang menjadi problem.
Untuk itu sebetulnya kita perlu membuat orang di sekitar menjadi senang dengan kehadiran kita. Paling tidak hormati dan hargailah orang lain. Jikalau memungkinkan berilah kebahagiaan untuk mereka. Seperti salah satu budayawan, penulis, dan juga wartawan kenamaan dari semarang. Prie GS, begitu ia akrab disapa. Di salah satu buku karyanya ia mengatakan, “berikan kegembiraan kepada sesamamu maka akan makin banyak pertumbuhan di sekitarmu”. Ya, berilah kegembiraan pada teman, kawan, kerabat, sahabat, bahkan bila perlu pada musuhpun hendaknya kita beri kegembiraan padanya. Bagaimana caranya? Pasti itu yang terlintas di benak kita bukan. Salah satu alternatifnya yaitu dengan senyum. Betapapun pahitnya keadaan kita, senyumlah. Niscaya kita tak begitu merasa kesulitan dalam menghadapinya, yang ada justru tak jarang kita akan menemukan solusi dan jalan keluar yang efektif dan terbaik. Kita bisa memulainya dari sekarang. Misal saja saat bertemu teman di jalan, berilah ia seburat senyum terindahmu.
            Bukankah seorang muslim juga dianjurkan untuk tersenyum. Pasalnya, senyum itu termasuk kategori ibadah. Dan ibadah bagi seorang agamawan itu harga mati dan tak bisa ditawar lagi. Apakah hal ini kurang menunjukkan jika tersenyum itu sangat penting bagi manusia untuk tetap eksis dalam bersosialisasi dengan sesama.
            Pendek kata; tersenyum itu mudah, murah, dan ramah. Serta bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun. Terlebih penulis pernah mendengar jika senyum itu bisa menjadikan awet muda. Tidak tahu kepastian benar tidaknya. Yang jelas tersenyum itu bisa mengurangi beban yang menyelimuti kita. Tersenyumlah! Sebelum tersenyum itu dilarang.

Agus Sopar


Urgensi Sebuah Senyum

Sudah menjadi kodratnya jika manusia dicipta berbeda antar satu dengan yang lainnya. Sudah sewajarnya apabila manusia mempunyai kebutuhan. Dan tak aneh lagi bilamana manusia tersebut membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya. Baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani.
Apapun profesinya, secerdas apapun, dan atau setenar apapun orang itu. Pada akhirnya ia akan memerlukan bantuan orang lain sejak ia terlahir ke dunia hingga akhir hayatnya. Hal ini tak dapat disanksikan lagi kehakikiannya. Ambil contoh, katakanlah seseorang sedang menderita sakit. Sudah barang tentu ia membutuhkan obat guna menyembuhkan sakitnya. Untuk mendapatkan sebuah obat ia harus pergi ke dokter atau bidan ataupun orang yang ahli mengobati lainnya. Seorang Einstein pun membutuhkan bantuan orang disekitar tatkala melakukan eksperimen-eksperimen fenomenalnya. Hal ini menjadi indikator bahwa manusia tak akan bisa bertahan hidup lama jika sendirian.
Namun, yang menjadi kendala ialah kadang kita lupa atau bahkan acap kali melalaikan orang yang ikut andil dalam kita mendulang kesuksesan maupun mereka-mereka yang ada di sekitar kita. Hal ini sungguh tidak patut dipelihara. Ibarat kata, “jika kita tak mau peduli dengan alam, alam pun tak akan peduli dengan kita”. Apabila kita kadang bersikap acuh pada orang lain itu wajar saja. Akan tapi jika kita benar-benar dan terus-terusan bersikap acuh tak acuh dan masa bodoh, itu yang menjadi problem.
Untuk itu sebetulnya kita perlu membuat orang di sekitar menjadi senang dengan kehadiran kita. Paling tidak hormati dan hargailah orang lain. Jikalau memungkinkan berilah kebahagiaan untuk mereka. Seperti salah satu budayawan, penulis, dan juga wartawan kenamaan dari semarang. Prie GS, begitu ia akrab disapa. Di salah satu buku karyanya ia mengatakan, “berikan kegembiraan kepada sesamamu maka akan makin banyak pertumbuhan di sekitarmu”. Ya, berilah kegembiraan pada teman, kawan, kerabat, sahabat, bahkan bila perlu pada musuhpun hendaknya kita beri kegembiraan padanya. Bagaimana caranya? Pasti itu yang terlintas di benak kita bukan. Salah satu alternatifnya yaitu dengan senyum. Betapapun pahitnya keadaan kita, senyumlah. Niscaya kita tak begitu merasa kesulitan dalam menghadapinya, yang ada justru tak jarang kita akan menemukan solusi dan jalan keluar yang efektif dan terbaik. Kita bisa memulainya dari sekarang. Misal saja saat bertemu teman di jalan, berilah ia seburat senyum terindahmu.
            Bukankah seorang muslim juga dianjurkan untuk tersenyum. Pasalnya, senyum itu termasuk kategori ibadah. Dan ibadah bagi seorang agamawan itu harga mati dan tak bisa ditawar lagi. Apakah hal ini kurang menunjukkan jika tersenyum itu sangat penting bagi manusia untuk tetap eksis dalam bersosialisasi dengan sesama.
            Pendek kata; tersenyum itu mudah, murah, dan ramah. Serta bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun. Terlebih penulis pernah mendengar jika senyum itu bisa menjadikan awet muda. Tidak tahu kepastian benar tidaknya. Yang jelas tersenyum itu bisa mengurangi beban yang menyelimuti kita. Tersenyumlah! Sebelum tersenyum itu dilarang.SEMOGA BERMANFAAT!!

Agus Sopar